Kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa

Islam masuk ke Jawa melalui pesisir utara Pulau Jawa. Bukti sejarah tentang awal mula kedatangan Islam di Jawa antara lain ialah ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat tahun 475 H atau 1082 M di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. DIlihat dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia.

Disamping itu, di Gresik juga ditemukan makam Maulana Malik Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Pesia) yang meninggal pada tahun 822 H atau 1419 M. Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan makam Islam kuno. Makam tertua berangkatahun 1374. Diperkirakan makam-makan ini ialah makam keluarga istana Majapahit. Berdasarkan informasi ini, tentu kalian dapat mengambil kesimpulan bahwa Islam itu sudah lama masuk ke Pulau Jawa, jauh sebelum bangsa Barat menjejakkan kaki di pulau ini. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah paparan mengenai kerajaan-kerajaaan yang ada di Pulau Jawa.

a. Kerajaan Demak

Para ahli memperkirakan Demak berdiri tahun 1500. Sementara Majapahit hancur beberapa waktu sebelumnya. menurut sumber sejarah lokal di Jawa, keruntuhan Majapahit terjadi sekitar tahun 1478. Hal ini ditandai dengan candrasengakala, Sirna Hilang Kertaning Bhumi yang berarti memiliki angka tahun 1400 Saka. Raja pertama Kerajaan Demak adalah Raden Fatah, yang bergelar Sultan Alam Akbar Al-Fatah. Raden Fatah memerintah Demak dari tahun 1500-1518. Menurut cerita rakyat Jawa Timur, Raden Fatah merupakan keturunan raja terakhir dari Kerajaan Majapahit, yaitu Raja Brawijaya V. Di bawah pemerintahan Raden Fatah, Kerajaan Demak berkembang dengan pesat karena memiliki daerah pertanian yang luas sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras, Selain itu, Demak juga tummbuh menjadi sebuah kerajaan maritime karena letaknya di jalur perdagangan antara Malaka dan Maluku Oleh karean itu Kerajaan Demak disebut juga sebagai sebuah kerajaan yang agraris-maritim. Barang dagangan yang diekspor Kerajaan Demak antara lain beras, lilin dan madu. Barang-barang itu diekspor ke Malaka, Maluku dan Samudra Pasai.
Masjid Agung Demak
Sumber gambar :  http://www.slideshare.net/

Pada masa pemerintahan Raden Fatah, wilayah kekuasaan Kerajaan Demak cukup luas, meliputi Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan. Daerah-daerah pesisir di Jawa bagian Tengah dan Timur kemudian ikut mengakui kedaulatan Demak dan mengibarkan panji-panjinya. Kemajuan yang dalami Demak ini dipengaruhi oleh jatuhnya Malaka ke tangan Portugis. Karena Malaka sudah dikuasai oleh Portugis, maka para pedagang yang tidak simpatik dengan kehadiran POrtugis di Malaka beralih haluan menuju pelabuhan-pelabuhan Demak seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik. Pelabuhan-pelabuhan tersebut kemudian berkembang menjadi pelabuhan transit.

Selain tumbuh sebagai pusat perdagangan, Demak juga tumbuh menjadi pusat penyebaran agama Islam. Para wali yang merupakan tokoh penting pada perkembangan Kerajaan Demak ini, memanfaatkan posisinya untuk lebih menyebarkan Islam kepada penduduk Jawa. Para wali juga berusaha menyebarkan Islam diluar Pulau Jawa.

b. Kerajaan Mataram

Setelah Kerajaan Demak berakhir, berkembanglah Kerajaan Pajang di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijaya. Di bawah kekuasaanya, Pajang berkembang baik. Bahkan berhasil mengalahkan Arya Penangsang yang berusaha merebut kekuasanaya. Tokoh yang membantunya mengalahkan Arya Penangsang di antaranya adalah Ki Ageng Pemanahan (Ki Gede Pemanahan). Ia diangkat sebagai bupati (adipati) di Mataram. Kemudian putranyam Raden Bagus (Danang) Sutawijaya diangkat anak oleh Sultan Hadiwijaya dan dibesarkan di istana. Sutawijaya dipersaudarakan dengan putra mahkota, bernama pangeran Benowo.

Pada tahun 1582, Sultan Hadiwijaya meninggal dunia. Penggantinya, Pangeran Benowo merupakan raja yang lemah. Sementara SUtawijaya yang menggantikan Ki Gede Pemanahan justru semakin menguatkan kekuasaanya sehingga akhirnya Istana Pajang pun jatuh  ke tangannya. Sutawijaya segera memindahkan pusaka Kerajaan Pajang ke Mataram. Sutawijaya sebagai raja pertama dengan gelar: Panembahan Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Pusat kerajaan ada di Kota Gede, sebelah tenggara Yogyakarta sekarang. Panembahan Senapati digantikan oleh putranya yang bernama Mas Jolang (1601-1613). Mas Jolang kemudian digantikan oleh putranya bernama Mas Rangsang atau lebih dikenal dengan nama SUltan Agung (1613-1645). Pada masa pemerintahan SUltan Agung inilah Mataram mencapai zaman keemasan.

Dalam bidang politik pemerintaham, Sultan Agung berhasil memperluas wila91620yah Mataram ke berbagai daerah yaitu Surabaya (1615), Lasem, Pasuruhan (1617), dan Tuban (1620). Di samping berusaha menguasai dan mempersatukan berbagai daerah di Jawa, Sultan Agung juga ingin mengusir VOC dari Kepulauan Indonesia, Kemudian diadakan dua kali serangan tentara Mataram ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629.

Mataram berkembang menjadi kerajaan agraris. Dalam bidang pertanian,Mataram mengembangkan daerah-daerah persawahan yang luas. Seperti yang dilaporkan oleh Dr. de Han, Jan Vos dan Pieter Fanssen bahwa Jawa bagian tengah adalah daerah pertanian yang subur dengan hasil utamanya adalah beras. Pada abad ke-17, Jawa benar-benar menjadi lumbung padi. Hasil-hasil yang lain adalah kayu, gula, kelapa, kapas, dan hasilpalawija.

Di Mataram dikenal beberapa kelompok dalam masyarakat. Ada golongan raja dan keturunannya, para bangsawan dan rakyat sebagai kawula kerajaan. Kehidupan masyarakat bersifat feudal karena raja adalah pemilik Tanah beserta seluruh isinya. Sultan dikenal sebagai panatagama yaitu pengatur kehidupan keagamaan. Oleh karena itu, Sultan memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Rakyat sangat hormat dan patuh, serta hidup mengabdi pada sultan.

Bidang kebudayaan juga maju esat. Seni bangunan, ukir, lukis, dan patung mengalami perkembangan. Kreasi-kreasi para seniman, misalnya terlihat pada pembuatan gapura-gapura, serta ukiran-ukiran di istana dan tempat ibadah. Seni tari yang terkenal adalah Tari Bedoyo Ketwang. Dalam prakteknya, Sultan Agung memadukan unsur0unsur budaya Islam dengan budaya Hind-Jawa. Sebagai contoh, di Mataram diselenggarakan perayaan sekaten untuk memperingati hari kelahiran Nabi MUhammad saw, dengan membunyikan gamelam Kyai Nagawilaga dan Kyai Guntur Madu. Kemudian juga diadakan upacara grebeg. Grebeg diadakan tiga kai dalam satuh tahun, yaitu setiap tanggal 10 Dzulliijah (IdulAdha), 1 Syawal (Idul Fitri(, dan tanggal 12 Rabiulawal (Maulid Nabi). Bentuk dan kegiatan upacara grebeg adalah mengarak gunungan dari keratin ke depan masjid agung. GUnungan biasanya dibuat dari berbagai makanan, kue dan hasil bumi yang dibentuk menyerupai gunung. Upacara grebeg merupakan sedekah sebagai rasa syukur dari raja kepada TUhan Yang Maha Esa dan juga sebagai pembuktian kesetiaan para bupati dan punggawa keajaan kepada rajanya.

Sultan Agung wafat pada 1645. Ia dimakamkan di Bukit Imogiri. Ia digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat I. Akan tetapi, pribadi raja ini sangat berbeda dengan pribadi Sultan Agung. AMungkurat I adalah seorang raja yang lemah, berpandangan sempit, dan sering bertindak kejam, Mataram mengalami kemudnuran apalagi adanya pengaruh VOC yang semakin kuat. Dalam perkembangannya Keraaan Mataram Akhirnya dibagi dua berdasarkan Perjanjian Giyanti (1755). Sebelah barat menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Sebelah timur menjadi Kasunanan Surakarta.

c. Kesultanan Banten

Kerajaan Banten berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan perdaganan. Maulasan Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati berperan dalam penaklukan tersebut. Setelah penaklkan tersebut, Maulana Hasanuddin atau lebih shor dengan sebutah Fatahillah, mendirikan banteng pertahanan yang dinamakan Surosowan, yang kemudian hari menjadi pusat pemerintahan, yakni kesultanan Banten.

Pada awalnya, kaswasan Banten dikenal dengan nama Banten Girang yang merupakan bagian dari Kerajaan Sunda. Kedatangan pasukan kerajaan dibawah pimpinan Maulana Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekalgus penyebaran dakwah Islam, Kemudian dipicu oleh adanya kerjasama Sunda-POrtugis dalam bidang ekonomi dan politik, hal ini dianggap dapat membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka mengusir Portugis dari Malaka tahun 1513. Atas pemrintah SUltan Trenggonom Fatahillah melakukan penyerangan dan penaklukkan Pelabuhan Sunda Kelapa sekitar tahun 1527, yang waktu itu masih merupakan pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda.

Selain mulai membangun banteng pertahanan di banten, Fatahillah juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia juga telah melakukan kontak dagang dengan raja Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan Indrapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut.

Seiring dengan kemudnruan Demak terutama setelah meninggalnya Sultan Trenggono, maka Banten melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang mandiri. Pada 1570 Fatahillah wafat, Ia meninggalkan dua orang putra laki-laki, yakni Pangeran Yusuf dan Pangeran Arya (Pangeran Jepara). Dinamakan Pangeran Jepara, karena sejak kecil ia sudah diikutkan kepada bibinya (Ratu Kalinyamat) di Jepara, Ia kemudian berkuasa di Jepara menggantikan Ratu Kalinyamat, sedangkan Pangeran Yusuf menggantikan Fatahillah di Banten.

Pengeran Yusuf menlanjutkan usaha-usaha perluasan daerah yang sudah dilakukan ayahandanya. Tahub 1579, daerah-daerah yang masih setia pada Pajajaran ditaklukkan. Untuk kepentingan ini Pangeran Yufus memerintahkan membangun kubu-kubu pertahanan. Tahun 1580, Pangeran Yusuf meninggal dan digantikan oleh putranyam yang bernama Maulana Muhammad. Pada 1596, Maulana Muhammad melancarkan serangan ke Palembang. Pada waktu itu Palemban diperintah oleh Ki Gede ing Suro (1572-1627). Ki Gede ing SUro adalah seorang penyiar agama Islam dari Surabaya dan perintis perkembangan pemerintahan kerajaan Islam di Palembang. Kala itu Kerajaan Palembang lebih setia kepada Mataram sekaligus merupakan saingan Kerajaan Banten. Itulah sebabnya, Maulana Muhammad melancarkan serangan ke Palembang. Kerajaan Palembang dapat dikepung dan hampir saja dapat ditaklukkan. Akan tetapi, Sultan Maulana Muhammad tiba-tiba terkena tembakan musuh dan meninggal. Oleh karena itu, ia dikenal dengan sebutan Prabu Seda ing Palembang. Serangan tentara Banten terpaksa dihentikan, bahkan akhirnya ditarik mundur kembali ke Banten.

Gugurnya Maulana Muhammad menimbulkan berbagaipersel;isihan di istana. Putra Maulana Muhammad yang bernama Abumufakir Mahmud Abdul Kadir, masih kanak-kanak. Pemerintahan dipegang oleh sang Mangkubumi, Akan tetapi, Mangkubumi berhasil disingkirkan oleh Pangeran Manggala. Pangeran Manggala berhasil mengendalikan kekuasaan di Banten. Baru setelah ABumufakir dewasa dan Pangeran Manggala meninggal tahun 1624, maka Banten secara penuh diperintah oleh Sultan ABumufakir Mahmud Abdul Kadir.\

Pada tagyb 1596 orang-orang Belanda datang di Pelabuhan Banten untuk yang pertama kali. Terjadilah perkenalan dan pembicaraan dagang yang pertama antara orang-orang Belanda dengan para pedagang Banten. Tetapi dalam perkembangannya, orang-orang Belanda bersikap angkuh dan sombong, bahkan mulai menimbulkan kekacauan di Banten. Oleh karena itu, orang-orang Banten menolak kedatangan orang-orang Belanda. Akhirnya, orang-orang Belanda kembali ke negerinya. Dua tahun kemudian, orang-orang Belanda datang lagi. Mereka menunjukkan sikap yang baik, sehingga dapat berdagang di Banten dan di Jayakarta.

Menginjak abad ke-17 Banten mencapai zaman keemasan. Daerahnya cukup luas. Setelah Sultan Abumufakir meninggal, ia digantikan oleh putranya bernama Abumaali Achmad. Setelah Abumaali Achmad, tampilah sultan yang terkenal, yakni Sultan Abdulfattah atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa, Ia memerintah pada tahun 1651 - 1682.

Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten terus mengalami kemajuan. Letak Banten yang strategis mempercepat perkembangandan kemajuan Banten. Kehidupan social budaya juga mengalami kemajua. Masyarakat umum hidup dengan rambu-rambu budaya Islam.

Secara politik pemerintahan Banten juga semakin kuat. Perluasan wilayah kekuasaan terus dilakukan bahkan sampai ke daerah yang pernah dikuasai Kerajaan Pajajaran. Namun ada sebagian masyarakat yang menyingkir di pedalaman Banten Selatan karean tidak mau memeluk agama Islam. Mereka tetap mempertahankan agama dan adat istiadat nenek moyang. Mereka dikenal dengan masyarakat Badui. Mereka hidup mengisolir diri di Tanah yang disebut Tanah Kenekes. Mereka menyebut dirinya orang-orang Kejeroan.

Dalam bidang kebudayaan, seni bangunan mengalami perkembangan. Beberapa jenis bangunan yang masih tersisa antara lain, Masjid Agung Banteng, bangunan keratin, dan gapura-gapura.

Masjid Agung Banten
Sumber gambar : Wikipedia.org
Pada masa akhir pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa timbul konflik di dalam istana. Sultan Ageng Tirtayasa yang berusaha menentang VOC, kurang disetujui oleh SUltan Hai sebagai raja muda. Keretakan di dalam istana ini dimanfaatkan VOC dengan politik devide et impera. VOC membantu Sultan Haji untuk mengakhiri kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa. Berakhirnya kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa membuat semakin kuatnya kekuasaan VOC di Banten. Raja-raja yang berkuasa berikutnya, bukanlah raja-raja yang kuat. Hal ini membawa kemunduran Kerajaan Banten.

d. Kesultanan Cirebon

Menurut berita Tome Pires sekitar 1513 diberitakan Crebon sudah termasuk ke daerah Jawa di bawah kekuasaan Kerajaan Demak. Penguasa di Cirebon ialah Lebe Usa sebagai bawahan Pate Rodim. Cirebon terutama mengekspor beras dan banyak bahan makanan lainnya. Kota ini berpenduduk sekitar 1.000 orang. Menurut TOme Pires Islam sudah  hadir di kota Cirebon 40 tahun sebelum kehadiran Tome Pires sendiri. Perkiraan kehadiran Islam di kota Cirebon menurut sumber local Tjarita Purwaka Tjaruban Nagari karya Pangeran Arya Cerbno pada 1720 M, dikatakan bahwa Syarif Hidayatullah datang ke Cirebon pada 1470 M, dan mengajarkan Islam di Gunung Sebung, bersama-sama Haji Abdullah Iman atau Pangeran Cakrabumi. Syarif Hidayatullah terkenal juga dengan gelaran Susuhunan Jati atau Sunan Gunung Jati, seorang dari walisongo dan juga ia mendapat julukan Pandita-Ratu sejak berfungi sebagai wali penyebar Islam di Tatar Sunda dan sebagai kepala pemerintah. Sejak itu Cirebon menghentikan upeti ke pusatKerajaan Sunda Pajajaran di Pakuan. Sebenarnya Islam sudah mulai disebarkan meski mungkin masih terbatas daerahnya. Pangeran Cakrabumi alias Haji Abdullah Iman dan juga SYaikh Datuk Kahfi yang telah mempelopori pendirian pesantren sebagai tempat mengajar dan penyebaran agama Islam untuk daerah sekitarnya. Pada masa pemerintahan SUnan Gunung Jati Islam makin diintesifkan dengan pendirian Masjid Agung Cipta Rasa di sisi barat alun-alun Keraton Pakungwati. Islam Talaga, dan Galuh sekitar 1528-1530, dan ke Banten sekitar 1527 ia mendorong menantunya, panglima yang dikirimkan Pangeran Trenggana dari Demak untuk menyerang Kalapa yang masih dikuasai Kerajaan SUnda. Ketika itu Kerajaan Sunda sudah mengadakan hubungan dengan POrtugis dari Malaka sejak 1522.

Sunan Gunung Jati wafat pada 1568, ia dimakamkandi Bukit Sembung atau yang dikenal dengan makm Gunung Jati. Penggantinya di Cirebon ialah buyutnya yang kelak dikenal sebagai Panembahan Ratu putra Pangeran Suwarga yang telah meninggal dunia pada 1565. Pada masa pemerintahannya hubungan dengan Mataram masih diteruskan melalui jalur kekeluargaan antara lain dengan pernikahan kakak perempuan Panembahan Ratu yaitu Ratu Ayu Sakluh dengan Sultan Agung Mataram (1613-1645), yang melahirkan Amangkurat I (1614-1677).

Keberadaan Kesultanan Cirebon menjelang akhir abad ke-17 diwarnai dengan perjanjian-perjanjian VOC antara lain perjanjian pada tanggal 7 Januari 1681. Lewat perjanjian tersebut Kesultanan Cirebon mulai dicampuri politik kolonial VOC. Selain itu di bidang ekonomi-perdaganan,VOC mendapatkan hak monopoli seprti pakaian dan opium. Demikian pula ekspor komoditi lada, beras, kayu, gula, dan sebagainya berada di tangan VOC. Sejak 1697, kekuasaan Keraton Kasepuhan dan Kanoman terbagi lagi atas Kacirebonan dan Kaprabonan karena kolonialisme. Meskipun pendapat beberapa ahli agak berbeda namun dapat dikatakan Kesultanan Cirebon merupakan pusat syiar keagamaan dengan penyebaranya berlangsung sebelum 1681. Tasawuf dan tarekat-tarekat keagamaan Islam seperti Kubrawiyah, Qadariyah, Syattariyah, dan kemudian Tijaniyah berkembang di Cirebon. Cirebon sebagai pusat keagamaan benyak menghasilkan naskah-naskah kuno seperti Babad Cerbon, Tarita Puwaka Tjaruban Nagari, Pepakem Cerbon, dan lainnya.

Sumber artikel : Buku Sejarah Indonesia, SMA/ SMK kelas X Semester 2 Kurikulum 13 (edisi revisi)

0 Response to "Kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa"